TAHUN 2014 adalah tahun politik,
dimana para Capres-Cawapres mengkampanyekan visi dan misi mereka ketika
memegang tampuk kekuasaan di negeri ini. Sebagian dari nama yang telah
mencuat masih diisi oleh wajah-wajah lama, sebut saja Megawati Soekarno
Putri, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Hatta Rajasa, Prabowo, Wiranto dan
sederet nama lain.
Kendati demikian, sederet nama lain yang lebih fresh bermunculan seperti Joko Widodo. Khususnya Jokowi saat ini selalu dikaitkan dengan bursa presiden. Ditambah lagi dengan pedangdut kondang H.Rhoma Irama, si anak singkong Chairul tanjung, dan Dahlan Iskan yang namanya lebih merakyat karena sering memberikan ceramah motivasi di depan masyarakat.
Berbagai cara dan strategi kampanye di usung sedemikian rupa, mulai dari cara kuno dengan memasang spanduk dan baliho, adapula melalui quiz yang ditampilkan stasiun televisi, hingga yang lebih kreatif mengikuti perkembangan teknologi yaitu kampanye via android, dan eksis di berbagai stasiun televisi plus dengan “wara-wiri” nya di internet.
Melihat pola kampanye tersebut, terlihat ada unsur menetapkan pemuda sebagai salah satu target utama yang memang jumlah suara dan urgensinya tak bisa diabaikan.
Tata cara kampanye pemilu presiden dan wakil presiden diatur di dalam keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 35 tahun 2004. Salah satu isi penting yang tercantum adalah adanya sanksi bagi calon presiden dan wakil presiden jika terbukti melakukan praktek politik uang, sebagaimana diputus oleh pengadilan, maka pasangan calon tersebut batal demi hukum, kendati mereka sudah menjadi calon terpilih.
Pertanyaanna, adakah pemilu yang bebas
dari politik uang? masyarakat sendiri yang dapat menilainya.
Realitasnya, semakin banyak orang yang berlomba-lomba mencari kedudukan
dan jabatan, mulai dari tokoh masyarakat, politikus, saudagar, artis,
hingga orang kaya berijazah illegal.
Pemimpin telah banyak yang keliru dengan
posisi mereka dalam konteks yang sesungguhnya yaitu sebagai pelayan
bagi rakyat. Sehingga menghalalkan segala cara untuk menyandang gelar
orang terhormat, termasuk mengadopsi trend politik uang. Menjajakan
“recehan” kepada masyarakat melalui timses masing-masing dengan harapaan
mendapat simpati masyarakat.
Tidak sampai di situ, setelah mendapatkan kursi jabatan, langkah selanjutnya memutar otak untuk menutupi dana yang dihabiskan pasca kampanye. Sehingga ada jalan untuk melakukan manipulasi serta Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Indonesia tercatat sebagai Negara
terkorup nomor 5 di dunia, serta peringkat 1 se-Asia Pasifik. Jika ingin
bebas dari belenggu KKN, hendaknya dimulai dari pemimpin yang jujur dan
bersih.
Belakangan ini, bermunculan imigran dari
dunia entertain menuju ranah politik. Hasil survei menunjukkan
antusiasme masyarakat cukup besar, sehingga mampu mendudukkan mereka di
kursi anggota dewan, Bupati, hingga Gubernur. Tidak tanggung-tanggung,
melihat peluang tersebut, semakin besar pula nyali untuk “nyapres ”.
Kemungkinan rakyat sudah jenuh dengan para politikus yang hanya
mengumbar janji semata. Seperti yang pernah dikemukakan oleh Umar
Al-Mutahahar “Beda Pilkada karo Pil KB, Pil KB nek lali jadi, sedangkan
Pilkada nek jadi lali”.
Berbicara seputar leadership, merujuk
kepada, Nabi Muhammad Saw sebagai leader utama sepanjang sejarah
peradaban dunia. Sesuai dengan Kalam Allah “laqad kana lakum fii
Rasulillahi uswatun khasanah” . Dalam risalah doktoral yang berjudul
“MUHAMMAD SAW: THE SUPER LEADER THE SUPER MANAGER”, Syafii Antonio
pernah mengulas keholistikan kepemimpinan Rasulullah, beliau mengatakan
bahwa kepemimpinan teladan Rosul tercermin dalam 8 spektrum kepemimpinan
yaitu dalam kepemimpinan diri (self leadership &personal mastery),
bisnis & entreprenerurship, manajemen rumah tangga, strategi dakwah,
kebijakan sosial politik, sistem pendidikan, sistem hukum, dan militer,
accepted, dan proven. Holistic karena beliau adalah pemimpin yang mampu
mengembangkan kepemimpinan dalam berbagai bidang.
Untuk itu, masyarakat harus jeli dalam
memilih pemimpin yang siddiq, benar dalam memimpin, amanah mengemban
tanggungjawab, fathanah meliputi kepiawaian dan kecakapan dalam
memimpin, mengerti kebutuhan dan permasalahan masyarakatnya serta
tabligh yaitu sikap transparansi kepada masyarakat mengenai
tindakan/kebijaksaan yang diambilnya selaku pemimpin.
Sebelum menjadi pemimpin, layaknya harus
menyadari akan beban dan tanggung jawab yang akan diemban kelak.
Idealnya, pemimpin harus mampu memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu.
Hal ini tercermin dari bagaimana ia mengaplikasikan perintah sang
Ilahi. Logikanya, bagaimana ia akan mampu memimpin negara dengan berjuta
umat, sedang ia belum konsisten memimpin dirinya sendiri sebagai hamba
Tuhan.
Pesta demokrasi 2014 seyogianya diwarnai
dengan tema Luberjurdis, sehingga mampu meng-upgrade pempimpin yang
berkualitas, bukan polaritas. Tetapi hendaknya masyarakat bercermin
dahulu, karena Presiden bukan Superman. Yahya (2004: 16) menyatakan
bahwa : Kalau masyarakat suatu negeri bertaqwa, maka Insya Allah yang
muncul adalah pemimpin yang bertaqwa pula. Telah menjadi kaidah bahwa
pemimpin adalah cerminan dari orang-orang yang dipimpin secara umum.
Jadi kalau mau pemimpin yang baik maka perbaiki rakyat dan masyarakatnya
terlebih dahulu.[]
Oleh : SUSANTI
Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Teknik, Jurusan Informatika Universitas Malikussaleh